PANDANGAN GBI TENTANG KESELAMATAN
Pengajaran tentang keselamatan (Yun: Soteriologi) berasal dari kata soteria (= pembebasan, kelepasan, keselamatan) dan logos (=kebenaran, firman, ajaran). Ini adalah pokok yang paling luas dibahas di dalam Alkitab karena keselamatan merupakan tema pokok Alkitab. Soteriologi berasal dari kata kerja: sozo, yang arti dasarnya ialah: menjadi sehat, menyembuhkan, menyelamatkan, mengawetkan. Dalam kaitannya dengan manusia berarti: menyelamatkan dari kematian. Pemahaman di atas pararel dengan kata Ibrani yang digunakan untuk keselamatan, yaitu: yasa (= kemerdekaan dari ikatan), syaloom (= damai, sehat), salem (= persembahan syukur atas kebebasan) yang pada intinya menunjuk pada pembebasan oleh Tuhan.
Doktrin keselamatan tidak terlalu berarti tanpa menyadari kekejaman dosa. Dosa menyebabkan keselamatan itu penting sekali. Alkitab mulai dari Kejadian 3 hingga Wahyu 20 membicarakan berulang kali kenyataan dosa manusia dan intervensi Allah dalam menyediakan keselamatan. Hanya 4 pasal yang mengabaikan pokok dosa yaitu Kejadian 1 dan 2 (pra-dosa) dan Wahyu 21 dan 22 (post-dosa). Alkitab tidak menjelaskan secara terperinci tentang asal usul dosa. Namun jelas Setan adalah pribadi yang membawa dosa masuk ke dalam ciptaan Allah, termasuk kepada manusia (Yes 14, Yeh. 28). Manusia yang diciptakan tanpa dosa itu kemudian jatuh dalam dosa karena godaan Setan. Kehadiran dosa mempengaruhi secara luar biasa kepribadian manusia dan hubungannya dengan Allah. Manusia yang mula-mula berdosa karena kemauan sendiri kemudian menjadi budak dosa. Dosa merusak begitu dalam seluruh kepribadian manusia meliputi tubuh, jiwa dan rohnya bahkan mendatangkan kematian kekal (Rm. 3:23, 6:23).
Walaupun Allah membenci dosa, Dia mengasihi manusia yang berdosa. Anugerah Allah lebih besar dari dosa. Karena kasih-Nya, Allah merencanakan dan menyediakan keselamatan bagi manusia di dalam Yesus Kristus. Keselamatan sangat erat kaitannya dengan anugerah atau kasih karunia Allah kepada manusia. Kata Ibrani yang digunakan adalah: khen (= Allah membungkuk, untuk memberkati manusia), khesed (= pemberian perjanjian kasih karena hubungan intim) yang sinonim dengan kata Yunani: kharis (pemberian cuma-cuma Allah kepada manusia yang sebetulnya tidak layak untuk menerimanya).
Alkitab menyatakan setiap orang yang percaya kepada Yesus pasti selamat (I Yoh. 5:10-13, Yoh. 3:16; 6:47). Keselamatan adalah anugerah Allah yang diterima oleh iman, bukan karena pekerjaan baik atau amal yang dilakukan manusia (Ef. 2:8-10). Keselamatan itu adalah hasil kelahiran baru yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam hidup setiap orang yang percaya kepada Kristus (Titus 3:4-8, Yoh. 3:5-8). Bila kita sudah percaya kepada Kristus (lahir baru) maka kita harus yakin akan keselamatannya, karena jika tidak maka kita menganggap Allah itu pendusta. Dasar keyakinannya adalah Firman Allah yang kekal (I Pet. 1:25). Ini adalah bukti obyektif. Roh Kudus juga bersaksi bahwa ia adalah anak Allah (Roma 8:16). Ini adalah bukti subyektif. Selain itu ada bukti yang dapat dilihat oleh orang lain yaitu buah iman: kekudusan (Yoh. 3:8,10). Anugerah Allah memberi kemampuan untuk orang percaya hidup sebagaimana Kristus hidup (I Yoh. 2:6). Itu tampak dalam ketaatan akan Firman untuk melakukan kebenaran dan hidup murni karena menantikan kedatangan-Nya kembali.
Orang Kristen yang telah lahir baru tidak perlu ragu-ragu atau takut kehilangan keyakinan ini, karena Tuhan Yesus yang sanggup memeliharakan dia sampai kedatangan-Nya yang kedua (Fil. 1:6). Tentu ia akan menghadapi banyak pencobaan dan ujian iman yang kadang bisa membuatnya jatuh ke dalam dosa. Bila kita jatuh dalam dosa, tidak perlu kita menerima Yesus lagi atau dibaptis ulang karena Yesus hanya diterima satu kali saja (Ibr. 13:5b). Yang perlu kita lakukan adalah mengaku dosa untuk mendapat pengampunan dan pembaharuan dari Allah. Bila kita mengaku dosa, maka Allah akan mengampuni dan menyucikan kita (I Yoh. 1:9, 2:1-2, Maz. 32:3-5), maka Dia akan memulihkan persekutuan yang rusak dengan-Nya dan mengembalikan lagi sukacita keselamatan itu kepada kita (Maz. 51:14).
Pertanyaannya adalah: Apakah keselamatan itu bisa hilang atau tidak? Disini kita menghadapi perbedaan pendapat antara kaum Calvinis (yang umumnya diyakini kaum Injili/Reformed) dan kaum Armenian (yang umumnya diyakini kaum Pentakosta). Menurut kaum Calvinis, karena Allah yang berinisiatif memanggil dan menentukan, dan karena Allah sanggup untuk memelihara dan menjaga apa yang sesuai dengan kehendak-Nya, maka tidak mungkin orang yang dipanggil kehilangan keselamatannya. Ayat yang dipakai, misalnya: Yoh. 10:28-29, Roma 8:38-39, Fil. 1:6, II Tim. 1:12, I Pet. 1:5. Sebaliknya menurut kaum Armenian, karena ketentuan Allah berdasarkan respon manusia, maka akhirnya ketekunan itu berdasarkan usaha manusia. Tentu saja niat dan usaha manusia dibantu oleh kuasa Allah. Jadi menurut Armenianisme, “eternal security” akan dicapai orang kalau mereka tetap di dalam Yesus. Ayat yang dipakai, misalnya: Yoh. 15:1-8, Ibr. 6:4-6; 10:26-27.
Titik tolak perbedaan kedua pandangan itu berkaitan dengan konsep pilihan (election), yaitu: perbuatan Allah memilih mereka yang akan diselamatkan untuk menjadianggota tubuh Kristus. Allah sudah memilih siapakah orang-orang yang akan diselamatkan-Nya, pada masa lampau yaitu sebelum dunia dijadikan. Inilah dasar predestinasi (menentukan/menandai sebelumnya). Efs. 1:4-6, Rom. 8:29-30, Kis. 13:48. Perbedaan pandangan antara Calvinisme dan Arminianisme tentang kepastian keselamatan adalah sebagai berikut:
CALVINISME | ARMINIANISME |
Dosa adalah kerusakan total manusia. | Walau sudah berdosa, manusia oleh |
Manusia tak berdaya meresponi panggilan | anugerah-Nya masih bisa meresponi |
Allah. | panggilan Allah (percaya). Yes. 55:1, Mat. |
11:28. | |
Allah berdaulat menentukan orang yang | Allah memilih karena Ia tahu siapa yang |
dipilih-Nya, tanpa syarat. | akan meresponi panggilan-Nya. |
Penebusan terbatas. Kristus mati hanya | Penebusan Kristus tak terbatas, bagi orang |
untuk menyelamatkan orang pilihan-Nya | yang mau menerima-Nya. |
Anugerah keselamatan tak dapat ditolak | Manusia punya kebebasan untuk |
oleh orang yang telah ditetapkanNya. | menerima atau menolak anugerah Allah. |
Pemeliharaan kekal. Sekali selamat tetap | Orang yang sudah selamat, masih ada |
selamat. | kemungkinan kehilangan keselamatan. |
Calvinisme menekankan kedaulatan Allah dan mengecilkan kehendak bebas
manusia. Sebaliknya Arminianisme menekankan kehendak bebas manusia dan mengecilkan unsur kedaulatan Allah dan kerusakan manusia. Jadi pandangan mana yang harus kita pilih? Sebaiknya kita menjaga KESEIMBANGAN antara kedua pandangan ini.
Pertanyaan mendasarnya adalah: Penetapan Allah atas keselamatan seseorang itu diawali oleh kedaulatan-Nya atau kemahatahuan-Nya? Mana yang lebih dulu: Allah menentukan keselamatan bagi seseorang, sehingga akhirnya dia percaya? ataukah karena Allah mengetahui siapa yang akan meresponi panggilan-Nya pada waktu Injil diberitakan, baru Dia menentukan keselamatan seseorang? Jawabannya sederhana: Allah itu tidak dibatasi waktu (berbeda dengan manusia), jadi pada waktu Dia menentukan pilihan-Nya siapa yang akan diselamatkan karena kedaulatan-Nya, pada saat yang yang sama dalam kemahatahuan-Nya Allah juga mengetahui siapa manusia yang menggunakan kehendak bebasnya secara positif untuk meresponi panggilan-Nya.
Beberapa keberatan tentang pandangan “sekali selamat, tetap selamat”. Doktrin ini dianggap bisa mengakibatkan:
- Fatalisme – manusia seperti boneka karena semua sudah ditentukan bukan hanya diketahui oleh Tuhan.
- Kelalaian dalam perilaku – kalau saya sudah diselamatkan, apapun bisa aku lakukan dan aku tidak akan kehilangan keselamatan itu.
- Mengurangi semangat penginjilan – percuma menginjili orang yang tidak dipilih Allah, sebaliknya bila seseorang sudah dipilih maka dia pasti selamat entah bagaimanapun caranya.
Kita harus ingat ada ayat-ayat Alkitab yang memberikan peringatan yang keras, antara
lain:
- Lukas 12:10 Siapa menghujat Roh Kudus tidak akan diampuni dosanya.
- Ibrani 6:4-6 Orang yang diterangi hatinya, mengecap karunia sorgawi, mendapat bagian dalam Roh Kudus, tapi murtad tak mungkin dibaharui.
- II Tim. 2:12 Jika kita menyangkal, Dia pun akan menyangkal kita.
- Wahyu 3:5 Dihapus dari kitab kehidupan (berarti pernah ditulis). Kel. 32:32-33.
Jadi orang bisa kehilangan keselamatannya kalau dia menghujat Roh Kudus (setelah melalui berbagai tahapan panjang seperti: mendukakan Roh, memadamkan Roh, mendustai Roh, menentang Roh, dst. hingga menghujat Roh Kudus. Pada titik itu seseorang sampai pada “point of no return”, dimana hatinya dikeraskan sehingga tidak ada penyesalan lagi karena penghujatannya kepada Kristus. Jadi Allah tidak mengampuninya karena orang itu tidak akan pernah lagi minta pengampunan sampai selama-lamanya.
GBI percaya akan keselamatan kekal yang terjamin pasti dalam Kristus, tetapi jaminan keselamatan itu kondisional (bersyarat). Syarat dari jaminan keselamatan itu ialah: tinggal di dalam Kristus (Yoh. 15:5-6, Rm. 11:19-24). Kerjakan keselamatan itu, karena Allah yangmengerjakan di dalam kita (Fil. 2:12-13). Wahyu 17:4 mencatat, “Mereka bersama-sama dengan Dia juga akan menang, yaitu mereka yang terpanggil, yang telah dipilih dan yang setia”.
Perlu dipahami bahwa tujuan akhir keselamatan bukan hanya masuk sorga tapi seperti yang dikatakan Yesus, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh. 17:3). Fokus kita adalah makin mengenal dan mencintai Kristus, sang mempelai pria, bahkan lebih dari merindukan tempat tinggal-Nya yaitu Sorga! Pengenalan yang makin dalam itu harus dimulai kini, bukan nanti setelah di sorga. Pengenalan itu akan mengubah hidup kita menjadi serupa dengan Kristus (Roma 8:29).
Bagi kita, proses pengudusan yang membuat kita sempurna dan tak bercacat roh, jiwa dan tubuh itu (1Tes. 5:23) terjadi dalam tiga dimensi waktu yaitu:
- Waktu lampau: kita sudah diselamatkan dari hukuman dosa. Ini disebut pembenaran (justification). Tit. 3:5, Rm. 8:24, Ef. 2:5.
- Waktu kini: kita sedang diselamatkan dari kuasa dosa. Ini disebut penyucian (sanctification). I Tim. 4:16, Fil. 1:19.
- Waktu yang akan datang: kita akan diselamatkan dari adanya dosa. Ini disebut pemuliaan (glorification). Ibr. 9:27-28, I Pet. 1:5.
Dalam kaitan tentang keselamatan ini kita harus mengerti tentang adanya perbedaan pahala di Sorga dan perbedaan hukuman di neraka (Luk. 12:47-48, Mat. 11:22-24). Semuaorang percaya akan dihadapkan pada tahta pengadilan Kristus/bema (II Kor. 5:10). Pengadilan ini bukan untuk menentukan keselamatan (Bnd. Roma 8:1) tapi untuk menentukan pahala yang mereka terima atas perbuatan iman mereka. Orang Kristen yang percaya Kristus tapi dalam pelayanan, dia memiliki motivasi yang rendah/keliru, maka dia tetap selamat namun “pekerjaannya terbakar”. Dia tetap selamat tapi kehilangan upah/pahala (I Kor. 3:10-15). Sedangkan yang motivasinya murni dan teruji dia akan menerima pahala dari Allah.
Jadi ada perbedaan pahala bagi orang percaya Yesus sejak masa kecilnya dan tulus hati (seperti Timotius) atau yang giat melayani karena kasih karunia Allah (seperti Paulus) dengan orang yang baru bertobat beberapa jam sebelum meninggal (seperti penjahat di sebelah salib Yesus), walaupun mereka semuanya sama-sama diselamatkan. Alkitab menunjukkan ada perbedaan kemuliaan (I Kor. 15:40-44), perbedaan wewenang kekuasaan kelak (Luk. 19:17,19 – 5 kota, 10 kota), sebagaimana halnya ada perbedaan hukuman di neraka (Luk. 12:47-48, Mat. 11:22-24).
Alkitab menyebut pahala itu dengan beberapa istilah:
- Mahkota kehidupan, bagi orang yang setia sampai mati mengikut Yesus (Wahyu 2:10).
- Mahkota kebenaran, bagi orang yang merindukan kedatangan Kristus (II Tim. 4:8).
- Mahkota abadi, bagi orang yang dapat menguasai dirinya dalam segala hal (II Kor. 9:25).
- Mahkota kemegahan, bagi orang yang memenangkan jiwa baru (I Tes. 2;19).
- Mahkota kemuliaan, bagi orang yang setia memelihara domba-domba Allah (I Pet. 5:4).
Namun semua mahkota itu bukan untuk kemegahan kita, sebab itu akan merupakan persembahan yang akan kita berikan kepada Yesus Kristus yang layak menerima segala pujian, hormat dan kuasa sampai selama-lamanya (Why. 4:10-11). Pahala bagi orang yang benar juga adalah memerintah bersama Kristus di bumi baru (Why. 21:1-3, 22:5).
Bagaimana dengan keselamatan orang pada masa Perjanjian Lama sebelum Yesus dilahirkan? Intinya tetap sama seperti Perjanjian Baru. Mereka tidak diselamatkan karena amal perbuatan tapi karena iman, seperti halnya Abraham (Kej. 15:6). Mereka dibenarkan bila mereka beriman kepada Allah yang berjanji bahwa akan datang sang Juruselamat (Kej. 3:15 – proto evangelium). Kita percaya kepada Mesias yang sudah datang yaitu Yesus Kristus.
Bagaimana halnya dengan keselamatan orang-orang (misalnya suku terasing) yang belum pernah mendengar Injil Kristus? Apakah mereka bisa selamat karenaketidaktahuan akan kebenaran ? Atau karena hukum hati nurani (Rm. 2:14-16), atau karena melakukan hukum Taurat? Perbuatan baik yang dimotivasi oleh hukum hati nurani atau hukum Taurat mungkin sedikit “memperingan” hukuman di api neraka, namun Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada keselamatan melalui hukum Taurat ataupun cara lain, kecuali melalui iman kepada Yesus Kristus (Gal. 2:16, Yoh. 14:6). Perlu dipahami bahwa Allah itu adil, orang dihukum karena menolak keselamatan, bukan karena ketidaktahuan (walaupun orang tidak selamat karena ketidaktahuan akan kebenaran). Karena itu pada setiap zaman ada peringatan-Nya, seperti pada zaman Nuh walau hanya ada 8 orang yang meresponi, atau zaman Yeremia yang berkhotbah 40 tahun dan tidak ada yang meresponi. Yang jelas peringatan Allah telah disampaikan. Sejak Perjanjian Lama, Tuhan berjanji bahwa orang yang mencari Dia dengan segenap hati akan menemukan-Nya (Ul. 4:29), seperti yang terjadi dengan Kornelius (Kis. 10:4-5, 34-36). Sayangnya, orang tidak mencari Allah (Rm. 3:11), sebaliknya manusia menyembah berhala sehingga mendatangkan hukuman Allah (Rm. 1:18-23).
Apakah ada keselamatan setelah kematian? Bukankah Yesus memberitakan Injil kepada roh-roh orang yang telah meninggal pada zaman Nuh (I Pet. 3:19-20)? Sebetulnya Yesus bukan untuk memberitakan Injil Keselamatan tetapi memproklamirkan (Yun: kerusso) kebenaran Allah untuk mencelikkan mata mereka, mengapa mereka dihukum? Mereka dihukum karena tidak taat dan telah menolak kabar baik yang disampaikan oleh Nuh, sebagai pemberita kebenaran saat itu (2 Pet. 2:5). Yesus sendiri tidak pernah mengutus murid-murid-Nya untuk memberitakan Injil kepada dunia orang mati untuk menyelamatkan mereka yang belum pernah mendengar berita tentang Injil Keselamatan. Allah melarang kita untuk berhubungan dengan arwah atau roh orang mati (Im. 19:31). Tujuan larangannya adalah untuk melindungi kita dari tipu daya roh jahat yang dapat menyamar sebagai malaikat terang. GBI percaya tidak ada kesempatan keselamatan setelah kematian, karena orang mati akan dihakimi bukan diinjili (Ibr. 9:27). Dengan demikian GBI menolak tegas ajaran tentang penginjilan kepada arwah. Selain tidak Alkitabiah, ini akan menyebabkan kesesatan lain, misalnya: berdoa di kuburan dan meminta keselamatan bagi anggota keluarga yang belum percaya.
INTI SIKAP GBI TENTANG KESELAMATAN:
- GBI percaya bahwa keselamatan adalah anugerah Allah yang diterima oleh iman. GBI menolak pandangan bahwa keselamatan itu merupakan hasil pekerjaan baikatau amal yang dilakukan manusia (Ef. 2:8-10). Keselamatan itu adalah hasil kelahiran baru yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam hidup setiap orang yang percaya kepada Kristus (Titus 3:4-7, Yoh. 3:5-8). GBI percaya bahwa jalan keselamatan satu-satunya adalah melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus (Yoh. 14:6, Kis. 4:12). Dengan demikian GBI menolak pandangan yang menyatakan ada jalan keselamatan lain, misalnya karena melakukan hukum Taurat (Gal. 2:16), karena melakukan perbuatan baik, karena melakukan hukum hati nurani (Rm. 2:14-16), atau karena yang bersangkutan belum atau tidak mengetahui kebenaran.
- GBI percaya bahwa orang yang telah beriman kepada Kristus (lahir baru) memilikijaminan/ kepastian keselamatan (I Yoh 5:13). Namun GBI menolak pandangan sekali selamat tetap selamat. Karena ini bisa mengakibatkan: fatalisme (manusia dianggap boneka), kelalaian dalam perilaku (perbuatan dosa apapun tidak menghilangkan keselamatan), dan mengurangi semangat penginjilan (percuma menginjili orang yang tidak dipilih Allah).
- GBI percaya bahwa jaminan keselamatan itu selalu kita miliki ketika kita tetap tinggaldi dalam Kristus (Yoh. 15:4-6). Dalam kedaulatan dan kemahatahuan-Nya, Allah telah memilih orang-orang yang diselamatkan yaitu mereka yang percaya (mencakup: setia, Yunani: pistis) kepada Tuhan Yesus sampai akhir hidup mereka (Why. 17:4). Selama tinggal di dalam Kristus kita tidak akan menghujat Roh Kudus (Luk. 12:10, Ibr. 6:4-6) sehingga nama kita tidak dihapus dari kitab kehidupan (Why. 3:5). Sebaliknya kita akan mendapat pahala dari Tuhan karena kita melayani Dia dengan motivasi yang tulus (I Kor. 3:10-15).
- GBI percaya bahwa setelah diselamatkan, orang percaya harus mengerjakankeselamatan itu hingga kita mencapai keserupaan dengan Kristus, karena Allah yang mengerjakan hal itu di dalam kita baik kemauan maupun pekerjaan itu (Roma 8:29, Fil. 2:12-13). Ini nyata dalam wujud perbuatan baik, hidup dalam kebenaran dan kekudusan, sebagai rasa syukur orang percaya yang telah diselamatkan oleh kasih karunia Kristus (Ef. 2:8-10, Tit. 3:8).
- GBI percaya tidak ada kesempatan keselamatan setelah kematian, karena orangmati akan dihakimi bukan diinjili (Ibr. 9:27). Dengan demikian GBI menolak tegas ajaran tentang penginjilan kepada arwah orang mati. Selain tidak Alkitabiah, ini akan menyebabkan kesesatan lain, misalnya: berdoa di kuburan dan meminta keselamatan bagi anggota keluarga yang belum percaya.
Sumber : Departemen Teologi BPH GBI,Sikap Teologis Gereja Bethel Indonesia, Jakarta: 2018, hlm. 1-10